Pada zaman dahulu Sang Kancil merupakan binatang yang paling cerdik
di dalam hutan. Banyak binatang di dalam hutan datang kepadanya untuk
meminta pertolongan apabila mereka menghadapi masalah. Walaupun ia
menjadi tempat tumpuan binatang-binatang di dalam hutan, tetapi ia tidak
menunjukkan sikap yang sombong malah bersedia membantu kapan saja.
Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari
makanan. Karena makanan di sekitar kawasan kediamannya telah berkurang,
Sang Kancil pergi untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada
hari itu, sangat panas dan terlalu lama berjalan, menyebabkan Sang
Kancil kehausan. Lalu, ia berusaha mencari sungai terdekat. Setelah
mengelilingi hutan akhirnya Kancil aliran sungai yang sangat jernih
airnya. Tanpa membuang waktu, Sang Kancil minum sepuas-puasnya.
Dinginnya air sungai itu menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.
Kancil
terus berjalan menyusuri tebing sungai. Apabila terasa capai, ia
beristirahat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rindang.
Kancil berkata di dalam hatinya “Aku mesti bersabar jika ingin mendapat
makanan yang lezat-lezat.” Setelah rasa capainya hilang, Sang Kancil
kembali menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaunan
kegemarannya yang terdapat di sekitarnya. Ketika tiba di satu kawasan
yang agak lapang, Sang Kancil memandang kebun buah-buahan yang sedang
masak ranum di seberang sungai. “Alangkah enaknya jika aku dapat
menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut,” pikir
Sang Kancil.
Sang Kancil terus berpikir mencari akal bagaimana cara menyeberangi
sungai yang sangat dalam dan deras arusnya itu. Tiba-tiba Sang Kacil
memandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah
menjadi kebiasaan buaya, apabila hari panas buaya suka berjemur untuk
mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil menghampiri
buaya yang sedang berjemur lalu berkata,” Hai sahabatku Sang Buaya, apa
kabarmu hari ini?” Buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari
membuka mata dan didapati Sang Kancil yang menegurnya.
“Kabar baik sahabatku, Sang Kancil.” Sambung buaya lagi, “Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?”
“Aku membawa kabar gembira untukmu,” jawab Sang Kancil. Mendengar
kata-kata Sang Kancil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar
khabar yang dibawa oleh Sang Kancil, lalu berkata, “Ceritakan kepadaku
apakah yang hendak engkau sampaikan?”
Kancil berkata, “Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya
menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini karena Raja
Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua.” Mendengar nama Raja
Sulaiman saja sudah menakuti semua binatang karena Nabi Sulaiman telah
diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi
ini. “Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun ke dasar sungai untuk
memanggil semua kawanku,” kata Sang Buaya. Sementara itu, Sang Kancil
sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian,
semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang
Kancil berkata “Hai buaya sekalian, aku telah diperintahkan oleh Nabi
Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua karena Nabi Sulaiman akan
memberi hadiah yang istimewa pada hari ini.” Kata kancil lagi,
“Berbarislah kamu merentasi sungai mulai dari tebing sebelah sini sampai
ke tebing sebelah sana.”
Karena perintah tersebut datangnya dari Nabi Sulaiman, semua buaya
segera berbaris tanpa membantah. Kata Buaya, “Sekarang hitunglah, kami
sudah bersedia.” Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ
lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mulai
menghitung dengan menyebut “Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku
ketuk,” sambil mengetuk kepala buaya hingga Kancil berjaya menyeberangi
sungai. Ketika sampai ditebing seberang, Kancil terus melompat ke atas
tebing sungai sambil bersorak gembira dan berkata, “Hai buaya-buaya
sekalian, tahukah kamu bahwa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada
hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman.”
Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya merasa marah dan malu
karena mereka telah ditipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan
melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam
buaya tersebut terus membara hingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil
terus melompat kegembiraan dan terus meninggalkan buaya-buaya tersebut
dan menghilangkan di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan
yang sedang masak ranum itu.